Sejarah Terbentuknya Jaringan Keilmuan di Nusantara
Pada bagian
ini kamu akan memahami hubungan antaraIstana sebagai pusat kekuasaan dan
pendidikan. Perkembanganlembaga pendidikan dan pengajaran di masjid-masjid
kesultanansangat ditentukan oleh dukungan penguasa. Sultan bukan sajamendanai
kegiatan-kegiatan masjid, tetapi juga mendatangkanpara ulama, baik dari
mancanegara, terutama Timur Tengah,maupun dari kalangan ulama pribumi sendiri.
Para ulama yangkemudian juga difungsikan sebagai pejabat-pejabat negara,
bukansaja memberikan pengajaran agama Islam di masjid-masjid negara,tetapi juga
di istana sultan. Para sultan dan pejabat tinggi rupanya juga menimba ilmu dari
para ulama. Seperti halnya yang terjadi diKerajaan Islam Samudera Pasai dan
Kerajaan Malaka.
Ketika Kerajaan Samudera Pasai mengalami kemundurandalam bidang politik, tradisi keilmuannya tetap berlanjut. SamuderaPasai terus berfungsi sebagai pusat studi Islam di Nusantara. Namun,ketika Kerajaan Malaka telah masuk Islam, pusat studi keislamantidak lagi hanya dipegang oleh Samudera Pasai. Malaka kemudian juga berkembang sebagai pusat studi Islam di Asia Tenggara,bahkan mungkin dapat dikatakan berhasil menyainginya. Kemajuanekonomi Kerajaan Malaka telah mengundang banyak ulama darimancanegara untuk berpartisipasi dengan lebih intensif dalamproses pendidikan dan pembelajaran agama Islam.
Kerajaan Malaka dengan giat melaksanakan pengajian danpendidikan Islam. Hal itu terbukti dengan berhasilnya kerajaan inidalam waktu singkat melakukan perubahan sikap dan konsepsimasyarakat terhadap agama, kebudayaan dan ilmu pengetahuan.Proses pendidikan dan pengakaran itu sebagian berlangsung dikerajaan. Perpustakaan sudah tersedia di istana dan difungsikan sebagai pusat penyalinan kitab-kitab dan penerjemahannya daribahasa Arab ke bahasa Melayu. Karena perhatian kerajaan yangtinggi terhadap pendidikan Islam, banyak ulama dari mancanegarayang datang ke Malaka, seperti dari Afghanistan, Malabar,Hindustan, dan terutama dari Arab. Banyaknya para ulama besardari berbagai negara yang mengajar di Malaka telah menarik parapenuntut ilmu dari berbagai kerajaan Islam di Asia Tenggara untukdatang. Dari Jawa misalnya, Sunan Bonang dan Sunan Giri pernahmenuntut ilmu ke Malaka dan setelah menyelesaikan pendidikannyamereka kembali ke Jawa dan mendirikan lembaga pendidikan Islamdi tempat masing-masing.
Hubungan antar kerajaan Islam, misalnya Samudera Pasai,Malaka, dan Aceh Darussalam, sangat bermakna dalam bidangbudaya dan keagamaan. Ketiganya tersohor dengan sebutanSerambi Mekkah dan menjadi pusat pendidikan dan pengajaranagama Islam di Indonesia. Untuk mengintensifkan proses Islamisasi,para ulama telah mengarang, menyadur, dan menerjemahkan karya-karya keilmuan Islam. Sultan Iskandar Muda adalah raja yang sangatmemperhatikan pengembangan pendidikan dan pengajaran agamaIslam. Ia mendirikan Masjid Raya Baiturrahman, dan memanggilHamzah al Fanzuri dan Syamsuddin as Sumatrani sebagai penasihat.Syekh Yusuf al Makassari ulama dari Kesultanan Goa di SulawesiSelatan pernah menuntut ilmu di Aceh Darussalam sebelummelanjutkan ke Mekkah. Melalui pengajaran Abdur Rauf as Singkilitelah muncul ulama Minangkabau Syekh Burhanuddin Ulakan yangterkenal sebagai pelopor pendidikan Islam di Minangkabau danSyekh Abdul Muhyi al Garuti yang berjasa menyebarkan pendidikanIslam di Jawa Barat. Karya-karya susastra dan keagamaan dengansegera berkembang di kerajaan-kerajaan Islam. Kerajaan-kerajaanIslam itu telah merintis terwujudnya idiom kultural yang sama, yaituIslam. Hal itu menjadi pendorong terjadinya interaksi budaya yang makin erat.
Di Banten, fungsi istana sebagai lembaga pendidikan jugasangat mencolok. Bahkan pada abad ke-17, Banten sudah menjadi pusat ilmu pengetahuan Islam di pulau Jawa. Para ulama dariberbagai negara menjadikan Banten sebagai tempat untuk belajar.Martin van Bruinessen menyatakan, “Pendidikan agama cukupmenonjol ketika Belanda datang untuk pertama kalinya pada 1596dan menyaksikan bahwa orang-orang Banten memiliki guru-guruyang berasal dari Mekkah”.
Di Palembang, istana (keraton) juga difungsikan sebagai pusatsastra dan ilmu agama. Banyak Sultan Palembang yang mendorongperkembangan intelektual keagamaan, seperti Sultan AhmadNajamuddin I (1757-1774) dan Sultan Muhammad Baha’uddin(1774-1804). Pada masa pemerintahan mereka, telah munculbanyak ilmuwan asal Palembang yang produktif melahirkan karya-karya ilmiah keagamaan: ilmu tauhid, ilmu kalam, tasawuf, tarekat,tarikh, dan al-Qur’an. Perhatian sultan terhadap perkembanganilmu pengetahuan Islam tercermin pada keberadaan perpustakaankeraton yang memiliki koleksi yang cukup lengkap dan rapi.
Berkembangnya pendidikan dan pengajaran Islam, telahberhasil menyatukan wilayah Nusantara yang sangat luas. Dua halyang mempercepat proses itu yaitu penggunaan aksara Arab danbahasa Melayu sebagai bahasa pemersatu ( lingua franca ). Semuailmu yang diberikan di lembaga pendidikan Islam di Nusantaraditulis dalam aksara Arab, baik dalam bahasa Arab maupun dalam bahasa Melayu atau Jawa. Aksara Arab itu disebut dengan banyaksebutan, seperti huruf Jawi (
di Melayu) dan huruf pegon (di Jawa).Luasnya penguasaan aksara Arab ke Nusantara telah membuat parapengunjung asal Eropa ke Asia Tenggara terpukau oleh tingginyatingkat kemampuan baca tulis yang mereka jumpai.
Pada 1579, orang Spanyol merampas sebuah kapal kecil dariBrunei. Orang Spanyol itu menguji apakah orang-orang Melayuyang menyatakan diri sebagai budak-budak sultan itu dapatmenulis. Dua dari tujuh orang itu dapat (menulis), dan semuanyamampu membaca surat kabar berbahasa Melayu sendiri-sendiri.
Berkembangnya pendidikan Islam di istana-istana raja seolahmenjadi pendorong munculnya pendidikan dan pengajaran dimasyarakat. Setelah terbentuknya berbagai ulama hasil didikandari istana-istana, maka murid-muridnya melakukan pendidikan ketingkatan yang lebih luas, dengan dilangsungkannya pendidikandi rumah-rumah ulama untuk masyarakat umum, khususnyasebagai tempat pendidikan dasar, layaknya kuttâb di wilayah Arab.Sebagaimana kuttâb (lembaga pendidikan dasar di Arab sejak masaRasulullah) yang biasa mengambil tempat di rumah-rumah ulama,di Nusantara pendidikan dasar berlangsung di rumah-rumah guru.Pelajaran yang diberikan terutama membaca al-Qur’an, menghafalayat-ayat pendek, dan belajar bacaan salat lima waktu. Dan inidiperkirakan sama tuanya dengan kehadiran Islam di wilayah ini.
Di Nusantara, masjid-masjid yang berada di permukimanpenduduk yang dikelola secara swadaya oleh masyarakatmenjalankan fungsi pendidikan dan pengajaran untuk masyarakatumum. Di sinilah terjadi demokratisasi pendidikan dalam sejarahIslam. Demikianlah yang terjadi di wilayah-wilayah Islam diNusantara, seperti Malaka dan kemudian Johor, Aceh Darussalam,Minangkabau, Palembang, Demak, Cirebon, Banten, Pajang,Mataram, Gowa-Tallo, Bone, Ternate, Tidore, Banjar, Papua dan lainsebagainya. Bahkan mungkin karena memiliki tingkat otonomi dankebebasan tertentu, di masjid proses pendidikan dan pengajaranmengalami perkembangan. Tidak jarang di antaranya berkembangmenjadi sebuah lembaga pendidikan yang cukup kompleks, sepertimeunasah di Aceh, surau di Minangkabau, langgar di Kalimantandan pesantren di Jawa.
Ketika Kerajaan Samudera Pasai mengalami kemundurandalam bidang politik, tradisi keilmuannya tetap berlanjut. SamuderaPasai terus berfungsi sebagai pusat studi Islam di Nusantara. Namun,ketika Kerajaan Malaka telah masuk Islam, pusat studi keislamantidak lagi hanya dipegang oleh Samudera Pasai. Malaka kemudian juga berkembang sebagai pusat studi Islam di Asia Tenggara,bahkan mungkin dapat dikatakan berhasil menyainginya. Kemajuanekonomi Kerajaan Malaka telah mengundang banyak ulama darimancanegara untuk berpartisipasi dengan lebih intensif dalamproses pendidikan dan pembelajaran agama Islam.
Kerajaan Malaka dengan giat melaksanakan pengajian danpendidikan Islam. Hal itu terbukti dengan berhasilnya kerajaan inidalam waktu singkat melakukan perubahan sikap dan konsepsimasyarakat terhadap agama, kebudayaan dan ilmu pengetahuan.Proses pendidikan dan pengakaran itu sebagian berlangsung dikerajaan. Perpustakaan sudah tersedia di istana dan difungsikan sebagai pusat penyalinan kitab-kitab dan penerjemahannya daribahasa Arab ke bahasa Melayu. Karena perhatian kerajaan yangtinggi terhadap pendidikan Islam, banyak ulama dari mancanegarayang datang ke Malaka, seperti dari Afghanistan, Malabar,Hindustan, dan terutama dari Arab. Banyaknya para ulama besardari berbagai negara yang mengajar di Malaka telah menarik parapenuntut ilmu dari berbagai kerajaan Islam di Asia Tenggara untukdatang. Dari Jawa misalnya, Sunan Bonang dan Sunan Giri pernahmenuntut ilmu ke Malaka dan setelah menyelesaikan pendidikannyamereka kembali ke Jawa dan mendirikan lembaga pendidikan Islamdi tempat masing-masing.
Hubungan antar kerajaan Islam, misalnya Samudera Pasai,Malaka, dan Aceh Darussalam, sangat bermakna dalam bidangbudaya dan keagamaan. Ketiganya tersohor dengan sebutanSerambi Mekkah dan menjadi pusat pendidikan dan pengajaranagama Islam di Indonesia. Untuk mengintensifkan proses Islamisasi,para ulama telah mengarang, menyadur, dan menerjemahkan karya-karya keilmuan Islam. Sultan Iskandar Muda adalah raja yang sangatmemperhatikan pengembangan pendidikan dan pengajaran agamaIslam. Ia mendirikan Masjid Raya Baiturrahman, dan memanggilHamzah al Fanzuri dan Syamsuddin as Sumatrani sebagai penasihat.Syekh Yusuf al Makassari ulama dari Kesultanan Goa di SulawesiSelatan pernah menuntut ilmu di Aceh Darussalam sebelummelanjutkan ke Mekkah. Melalui pengajaran Abdur Rauf as Singkilitelah muncul ulama Minangkabau Syekh Burhanuddin Ulakan yangterkenal sebagai pelopor pendidikan Islam di Minangkabau danSyekh Abdul Muhyi al Garuti yang berjasa menyebarkan pendidikanIslam di Jawa Barat. Karya-karya susastra dan keagamaan dengansegera berkembang di kerajaan-kerajaan Islam. Kerajaan-kerajaanIslam itu telah merintis terwujudnya idiom kultural yang sama, yaituIslam. Hal itu menjadi pendorong terjadinya interaksi budaya yang makin erat.
Di Banten, fungsi istana sebagai lembaga pendidikan jugasangat mencolok. Bahkan pada abad ke-17, Banten sudah menjadi pusat ilmu pengetahuan Islam di pulau Jawa. Para ulama dariberbagai negara menjadikan Banten sebagai tempat untuk belajar.Martin van Bruinessen menyatakan, “Pendidikan agama cukupmenonjol ketika Belanda datang untuk pertama kalinya pada 1596dan menyaksikan bahwa orang-orang Banten memiliki guru-guruyang berasal dari Mekkah”.
Di Palembang, istana (keraton) juga difungsikan sebagai pusatsastra dan ilmu agama. Banyak Sultan Palembang yang mendorongperkembangan intelektual keagamaan, seperti Sultan AhmadNajamuddin I (1757-1774) dan Sultan Muhammad Baha’uddin(1774-1804). Pada masa pemerintahan mereka, telah munculbanyak ilmuwan asal Palembang yang produktif melahirkan karya-karya ilmiah keagamaan: ilmu tauhid, ilmu kalam, tasawuf, tarekat,tarikh, dan al-Qur’an. Perhatian sultan terhadap perkembanganilmu pengetahuan Islam tercermin pada keberadaan perpustakaankeraton yang memiliki koleksi yang cukup lengkap dan rapi.
Berkembangnya pendidikan dan pengajaran Islam, telahberhasil menyatukan wilayah Nusantara yang sangat luas. Dua halyang mempercepat proses itu yaitu penggunaan aksara Arab danbahasa Melayu sebagai bahasa pemersatu ( lingua franca ). Semuailmu yang diberikan di lembaga pendidikan Islam di Nusantaraditulis dalam aksara Arab, baik dalam bahasa Arab maupun dalam bahasa Melayu atau Jawa. Aksara Arab itu disebut dengan banyaksebutan, seperti huruf Jawi (
di Melayu) dan huruf pegon (di Jawa).Luasnya penguasaan aksara Arab ke Nusantara telah membuat parapengunjung asal Eropa ke Asia Tenggara terpukau oleh tingginyatingkat kemampuan baca tulis yang mereka jumpai.
Pada 1579, orang Spanyol merampas sebuah kapal kecil dariBrunei. Orang Spanyol itu menguji apakah orang-orang Melayuyang menyatakan diri sebagai budak-budak sultan itu dapatmenulis. Dua dari tujuh orang itu dapat (menulis), dan semuanyamampu membaca surat kabar berbahasa Melayu sendiri-sendiri.
Berkembangnya pendidikan Islam di istana-istana raja seolahmenjadi pendorong munculnya pendidikan dan pengajaran dimasyarakat. Setelah terbentuknya berbagai ulama hasil didikandari istana-istana, maka murid-muridnya melakukan pendidikan ketingkatan yang lebih luas, dengan dilangsungkannya pendidikandi rumah-rumah ulama untuk masyarakat umum, khususnyasebagai tempat pendidikan dasar, layaknya kuttâb di wilayah Arab.Sebagaimana kuttâb (lembaga pendidikan dasar di Arab sejak masaRasulullah) yang biasa mengambil tempat di rumah-rumah ulama,di Nusantara pendidikan dasar berlangsung di rumah-rumah guru.Pelajaran yang diberikan terutama membaca al-Qur’an, menghafalayat-ayat pendek, dan belajar bacaan salat lima waktu. Dan inidiperkirakan sama tuanya dengan kehadiran Islam di wilayah ini.
Di Nusantara, masjid-masjid yang berada di permukimanpenduduk yang dikelola secara swadaya oleh masyarakatmenjalankan fungsi pendidikan dan pengajaran untuk masyarakatumum. Di sinilah terjadi demokratisasi pendidikan dalam sejarahIslam. Demikianlah yang terjadi di wilayah-wilayah Islam diNusantara, seperti Malaka dan kemudian Johor, Aceh Darussalam,Minangkabau, Palembang, Demak, Cirebon, Banten, Pajang,Mataram, Gowa-Tallo, Bone, Ternate, Tidore, Banjar, Papua dan lainsebagainya. Bahkan mungkin karena memiliki tingkat otonomi dankebebasan tertentu, di masjid proses pendidikan dan pengajaranmengalami perkembangan. Tidak jarang di antaranya berkembangmenjadi sebuah lembaga pendidikan yang cukup kompleks, sepertimeunasah di Aceh, surau di Minangkabau, langgar di Kalimantandan pesantren di Jawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar