Rabu, 11 Januari 2017

Ciri-ciri tsunami


Ciri-ciri tsunami[sunting | sunting sumber]

Peta Tsunami travel Time (TTT) NOAA untuk tsunami Samudra Hindia 2004. Peta TTT menghitung waktu tiba pertama tsunami setelah terbentuk di episentrum gempa. Perlu diingat bahwa peta tidak mencantumkan tinggi atau kekuatan gelombang. Tanda nomor mewakili jam pasca peristiwa awal. Kontur peta mewakili jeda 1 jam. Merah berarti waktu tiba 1-4 jam, kuning 5-6 jam, hijau 7-14 jam, dan biru 15-21 jam. Peta dihasilkan dari episentrum gempa di NGDC Global Historical Tsunami Database menggunakan batimetri NGDC 2-Minute Gridded Global Relief Data. Peta ini dibuat melalui model berdasarkan data sumber yang kualitasnya terjaga, serta penggabungan banyak himpunan data.
Skala yang menunjukkan ukuran gelombang tsunami yang menghantam Indonesia
Kenaikan vertikal dasar laut beberapa meter secara mendadak saat gempa memindahkan air dalam volume yang sangat besar. Akibatnya adalah tsunami yang menerjang wilayah pesisir Samudra Hindia.. Tsunami yang mengakibatkan kerusakan di daerah yang jauh dari sumbernya kadang disebut teletsunami dan kemungkinan besar tercipta oleh gerakan dasar laut secara vertikal, bukan horizonal.[36]
Tsunami tersebut memiliki gerakan yang berbeda di perairan dalam maupun dangkal. Di laut dalam, gelmbang tsunami seperti bukit kecil, tidak terlalu jelas dan tidak berbahaya, yang biasanya berjalan dengan kecepatan sangat tinggi, yaitu 500 to 1,000 km/h (310 to 620 mph). Di laut dangkal dekat pantai, tsunami melambat hingga puluhan kilometer per jam saja, tetapi ukuran gelombangnya besar dan bersifat menghancurkan. Para ilmuwan yang menyelidiki kerusakan di Aceh membuktikan bahwa gelombang di Aceh mencapai ketinggian 24 meter (80 ft) saat menghantam daratan, kemudian meninggi hingga 30 meter (100 ft) di sejumlah daerah ketika menyapu daratan.[8]
Satelit radar mencatat ketinggian gelombang tsunami di perairan dalam. Dua jam setelah gempa, ketinggian maksimumnya adalah 60 sentimeter (2 ft). Ini merupakan pengamatan ketinggian tsunami pertama di dunia, namun pengamatan tersebut tidak bisa dijadikan bahan peringatan karena satelit tidak dibuat untuk mengurus hal semacam itu dan datanya perlu dianalisis selama beberapa jam.[37][38]
Menurut Tad Murty, wakil presiden Tsunami Society, total energi gelombang tsunami ini setara dengan lima megaton TNT(20 petajoule). Jumlah ini dua kali lipat lebih besar daripada total energi semua bahan peledak yang dipakai selama Perang Dunia II (termasuk dua bom atom), namun masih dua level kekuatan lebih rendah daripada energi yang dilepasan saat gempa itu sendiri. Di sejumlah tempat, gelombang menerjang 2 km (1.2 mi) ke daratan.[39]
Medan gelombang tsunami di Teluk Benggala satu jam setelah gempa berkekuatan 9,2. Peta mengarah ke timur laut.
Karena patahan sepanjang 1,600 km (1,000 mi) yang diakibatkan oleh gempa memiliki orientasi nyaris lurus utara-selatan, kekuatan terbesar gelombang tsunami berada pada bentangan timur-barat. Bangladesh, yang terletak di ujung utara Teluk Benggala, memiliki jumlah korban yang sangat sedikit meski negaranya dataran rendah dan relatif dekat dengan episentrum. Negara tersebut juga beruntung karena gempa berlangsung lebih lambat di zona patahan utara, sehingga mengurangi energi perpindahan air di wilayah itu.
Kawasan pesisir yang terhalang oleh daratan dari titik asal tsunami biasanya aman, tetapi gelombang tsunami kadang berdifraksimengitari daratan tersebut. Karena itu negara bagian Kerala, India, ikut diterjang tsunami walaupun letaknya di pesisir barat India. Pesisir barat Sri Lanka juga dihantam tsunami besar. Jarak pun bukan jaminan selamat karena Somalia yang letaknya jauh dari episentrum mendapatkan tsunami yang lebih besar ketimbang Bangladesh.
Dikarenakan jaraknya, tsunami membutuhkan 15 menit sampai 7 jam untuk mencapai sejumlah wilayah pesisir.[40][41] Wilayah utara Sumatera, Indonesia, terkena tsunami dalam waktu cepat, sedangkan Sri Lanka dan pantai timur India 90 menit sampai 2 jam kemudian. Thailand juga dihantam tsunami sekitar dua jam kemudian meski letaknya lebih dekat dengan episentrum, karena tsunami berjalan lebih lambat di Laut Andaman yang dangkal di lepas pantai baratnya.
Terjangan tsunami ini mencapai Struisbaai di Afrika Selatan, 8,500 km (5,300 mi) dari episentrum, 16 jam setelah gempa dengan tinggi 1.5 m (5 ft). Waktu tempuhnya ke ujung selatan Afrika lumayan lama karena landas kontinen yang luas di dekat Afrika Selatan dan tsunami tersebut menyusuri pesisir Afrika Selatan dari timur ke barat. Tsunami juga menerjang Antarktika; pengukur gelombang di Pangkalan Showa milik Jepang mencatat osilasi setinggi satu meter (3 ft 3 in) disertai disturbansi selama dua hari.[42]
Sebagian energi tsunami merembet ke Ssamudra Pasifik. Sejumlah tsunami kecil menerjang pesisir barat Amerika Utara dan Selatan dengan tinggi rata-rata 20 to 40 cm (7.9 to 15.7 in).[43] Tsunami setinggi 2.6 m (8 ft 6 in) tercatat di Manzanillo, Meksiko. Selain itu, tsunami ini cukup besar sampai-sampai gelombangnya mencapai Vancouver, British Columbia, Kanada. Fenomena ini membingungkan banyak ilmuwan, karena tsunami yang tercatat di beberapa titik di Amerika Selatan ukurannya lebih besar daripada yang tercatat di sebagian wilayah Samudra Hindia. Diperkirakan tsunami tersebut difokuskan dan diarahkan untuk perjalanan jarak jauh oleh punggung tengah samudra yang membentang di sepanjang celah lempeng benua.[44]

Tanda dan peringatan[sunting | sunting sumber]

Penyurutan maksimum air tsunami diPantai Kata Noi, Thailand, sebelum tsunami ketiga sekaligus yang terkuat menerjang (laut terlihat di sudut kanan, pantai di ujung kiri), 10:25 waktu setempat.
Walaupun ada jeda sekian jam antara gempa dan tsunami, nyaris semua korban berjatuhan secara mendadak. Tidak ada sistem peringatan tsunami di Samudra Hindia yang dapat mendeteksi tsunami atau memperingatkan penduduk pesisir. Deteksi tsunami tidak mudah karena ketika tsunami berada di laut dalam, ketinggiannya pendek dan perlu jaringan sensor untuk mengetahuinya. Pembangunan infrastruktur komunikasi untuk mengeluarkan peringatan tepat waktu adalah masalah yang lebih besar lagi, terutama di daerah berpenduduk miskin.
Tsunami lebih sering terjadi di Samudra Pasifik karena gempa di wilayah "Cincin Api" dan sistem peringatan tsunami sudah lama dipasang di sana. Walaupun sisi paling barat Cincin Api menjorok ke Samudra Hindia (tempat terjadinya gempa), belum ada sistem peringatan yang dipasang di samudra tersebut. Tsunami relatif jarang di sana meski sering terjadi gempa di Indonesia. Tsunami besar terakhir di daerah tersebut diakibatkan oleh letusan Krakatau tahun 1883. Perlu diketahui bahwa tidak semua gempa menghasilkan tsunami besar. Pada tanggal 28 Maret 2005, gempa berkekuatan 8,7 mengguncang daerah yang sama di Samudra Hindia tetapi tidak menghasilkan tsunami.
Pasca bencana, banyak pihak merasa sistem peringatan tsunami perlu dibangun di Samudra Hindia. Perserikatan Bangsa-Bangsa mulai membangun Sistem Peringatan Tsunami Samudra Hindia dan tahap awalnya baru dimulai tahun 2005. Sejumlah pihak bahkan mengusulkan pembangunan sistem peringatan tsunami global terpadu yang meliputi Samudra Atlantik dan Karibia.
Tanda peringatan pertama tsunami adalah gempa itu sendiri. Akan tetapi, tsunami dapat menerjang wilayah yang letaknya ribuan kilometer dari episentrum walaupun gempanya terasa lemah atau tidak terasa sama sekali. Beberapa menit sebelum tsunami, laut biasanya surut sementara dari pesisir. Di sekitar Samudra Hindia, pemandangan langka ini kabarnya membuat masyarakat, termasuk anak-anak, tertarik pergi ke pantai untuk melihat dan mengumpulkan ikan di pantai terbuka sejauh 2,5 km (1.6 mi). Kunjungan ke pantai ini berakibat fatal.[45] Meski begitu, tidak semua tsunami memunculkan efek "laut menghilang". Kadang tidak ada tanda sama sekali, jadi laut tiba-tiba naik dan mengejutkan orang-orang tanpa memberi kesempatan untuk mengungsi.
Satu dari sedikit sekali kawasan pantai yang melakukan pengungsian sebelum tsunami adalah Pulau Simeulue di Indonesia yang letaknya sangat dekat dengan episentrum. Cerita rakyat di sana menyebutkan bahwa pada gempa dan tsunami tahun 1907, warga pulau mengungsi ke perbukitan setelah gempa pertama sebelum terjangan tsunami.[46] Di pantai Maikhao beach di Phuket utara, Thailand, turis Britania Raya berusia 10 tahun bernama Tilly Smith belajar tsunami saat pelajaran geografi di sekolahnya dan mengenali tanda-tandanya berupa penyurutan laut dan gelembung berbusa. Ia dan orang tuanya mengingatkan orang-orang di pantai, lalu dievakuasi ke tempat aman.[47] John Chroston, guru biologi asal Skotlandia, juga melihat tanda tersebut di Teluk Kamala di sebelah utara Phuket. Para wisatawan dan warga lokal diungsikan ke daerah tinggi menggunakan bus.
Sejumlah antropolog awalnya memperkirakan penduduk pribumi Kepulauan Andaman terkena dampak parah akibat tsunami dan khawatir suku Onge yang sudah menyusut akan musnah.[48] Banyak suku pribumi yang mengungsi sehingga korbannya tidak banyak.[49][50] Tradisi cerita lisan yang diturunkan dari kejadian gempa sebelumnya membuat suku-suku pribumi luput dari tsunami. Misalnya, cerita rakyat suku Onge berkisah tentang "guncangan tanah yang besar diikuti dinding air yang tinggi". Hampir semua anggota suku Onge dikabarkan selamat dari tsunami.[51]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar