Rabu, 11 Januari 2017

Cerpen Beasiswa kejujuran


         Beasiswa Kejujuran

     Tralala-trilili. Aku kayuh sepeda ini menuju sekolah. Aku tidak malu naik sepeda. Walaupun teman-temanku tiap hari diantar-jemput dengan mobil mewah, aku tidak iri sedikit pun kepada mereka. Aku berniat sekolah hanya semata-mata ingin menaikkan derajat keluargaku.
            Saat aku masih duduk di bangku sekolah dasar, kehidupan tidak seperti sekarang. Dahulu ayahku bekerja di sebuah perusahaan swasta yang cukup berkembang, namun karena serakah dan tidak pernah merasa cukup, ayah berpikiran untuk mengantongi uang karyawan pabrik untuk mewujudkan keinginannya membangun usaha industri mie. Namun jika kalian tahu, setelah kasus ayah terbongkar beliau masuk penjara selama tiga tahun. Setelah keluar dari balik jeruji besi, tiap hari beliau hanya bertemu dengan mie, saos, sambal dan sawi. Ya, ayah sekarang menjadi seorang tukang mie ayam keliling.
            Sejak kejadian itu, ibuku terkena penyakit stoke. Beliau hanya bisa berbaring diatas ranjang sembari menggerak–gerakkan mulutnya yang susah di gerakkan itu. Mungkin saja ibuku minta sesuatu tetapi beliau tidak mampu mengucapkannya. Melihat ibu seperti itu, aku hanya bisa bersabar. Tuhan tidak akan tinggal diam melihat hambanya menangis, karena setiap tetesan air mata seseorang diperhitungkan Tuhan.
            Tuhan memang adil. Aku bersyukur karena aku diberi kelebihan seperti ini. Aku diberi otak yang cukup pandai dan tidak lolo, dan alhasil aku bisa masuk di sekolah ini dengan gratis dengan perpendekan belajar atau akselerasi. Jika pemerintah tidak menyisihkan sedikit uangnya untuk orang macam aku ini, mungkin aku dan Rangga-Rangga yang lain hanya bisa duduk di rumah sembari memotong-motong sawi untuk mie ayam.
            Sekolah ini bukan saja membutuhkan siswa yang pandai, tapi juga siswa yang ber-uang.anak yang tidak begitu pandai pun bisa masuk sekolah seperti ini, asal mampu membeli bangku disini. Aku berjalan di koridor depan kelasku. Aku tersenyum kecil melihat teman-temanku membolak-balik buku berjudul fisika Tipe Bilingual. Sekarang memang ada ulangan fisika di kelasku. Lima menit setelah aku masuk ke kelasku, bel berbunyi. Pak Christoper masuk ke kelas sambil menenteng tasnya yang berisi laptop dan satu buku yang sama dengan yang dibaca temanku di koridor tadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar